عن الإمام الحسن العسكري عليه السلام:
إنكم في آجال منقوصة وأيام معدودة، والموت يأتي بغتة، من يزرع شرّاً يحصد ندامة.
(A‘lam al-Din li al-Shalihin, hlm. 242).
Imam Hasan Askari berkata:
“Sesungguhnya kalian berada dalam ajal yang berkurang dan hari-hari yang terbatas. Kematian datang secara tiba-tiba. Barangsiapa menanam keburukan, ia akan menuai penyesalan.”
Syarah:
1. Ajal yang Berkurang (آجال منقوصة)
Hidup manusia bukanlah modal yang bertambah, melainkan setiap hari berkurang. Waktu kita sebenarnya adalah umur yang sedang terpotong sedikit demi sedikit, menuju saat terakhir. Maka setiap detik sejatinya adalah modal fana yang harus diinvestasikan untuk amal saleh.
Jadi hakikatnya, usia kita bertambah berarti semakin berkurang modal waktu kita untuk hidup di dunia.
2. Hari-Hari yang Terbatas (أيام معدودة)
Imam mengingatkan bahwa kehidupan ini terbatas, bukan tanpa ujung. “Terbatas” berarti memiliki nilai, karena keterbatasanlah yang membuat sesuatu berharga. Waktu ibadah, waktu tobat, waktu amal baik, semuanya harus segera dilakukan karena jumlah hari sudah ditentukan. Setiap kelalaian adalah kerugian yang tidak bisa tergantikan. Sebab waktu berlalu dan tak mungkin dikembalikan.
3. Kematian yang Tiba-Tiba (الموت يأتي بغتة)
Kematian tidak memberi kabar atau janji. Banyak orang yang merencanakan masa depan panjang, namun ajal datang lebih cepat. Inilah yang membuat ghaflah (lalai) yang sangat berbahaya, sebab lalai berarti menunda persiapan untuk perjumpaan dengan Allah SWT. Angan panjang dan cinta dunia membuat manusia lupa akan datangnya kematian.
4. Hukum Tanam-Tuai Moral (من يزرع شرّاً يحصد ندامة)
Amal manusia bagaikan benih yang ditanam. Keburukan adalah benih busuk yang kelak hanya menumbuhkan pohon penyesalan di akhirat. Sebaliknya, kebaikan adalah benih yang berbuah kebahagiaan abadi. Imam menegaskan prinsip universal moral causality, apa yang kita tanam pasti akan kita panen.
Dimensi Filosofis-Irfani:
Dari perspektif hikmah, hadis ini menekankan hukum kausalitas amal, setiap perbuatan memiliki akibat ontologis yang melekat pada jiwa.
Dari perspektif irfan, ajal yang “berkurang” bukan sekadar berkurang secara waktu, tapi hakikat ruhani yang makin mendekat pada liqa’ Allah (pertemuan dengan Allah). Jika perjalanan ini diisi dengan cahaya amal, maka ruh mendekat kepada Jamal (keindahan Allah). Jika diisi dengan keburukan, maka ruh terjerumus dalam penyesalan yang tiada akhir. Ia akan mendapatkan Tuhan dengan nama Asyaddul muaqibin (sangat keras siksaannya). (Torik)
Social Header