Global-hukumindonesia.id, Aceh Tamiang - Badlisyah yang akrab disapa Wak Leng menilai adanya indikasi penyeludupan hukum oleh para oknum salah satu instansi Yuridis dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terhadap kerangka hukum berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di kawasan Kabel Gajah, Tenggulun, Aceh Tamiang, Aceh.
Hal tersebut diungkapkan Wak Leng kepada pihak media di lokasi Kawasan Kabel Gajah saat pihaknya bersama kurang lebih 70 masyarakat korban konflik sesuai liputan khusus tim media pada, Sabtu, 22 Maret 2025.
"Menurutnya lokasi kawasan Kabel Gajah sesuai Putusan Mahkamah Agung secara Inkracht, seperti merujuk pada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, kemudian negara mengeluarkan Regulasi khusus yakni Permendagri Nomor 28 tahun 2020 tentang Batas Aceh Tamiang atau Aceh dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
"Kita ketahui bersama, beredar di media sosial bahwa, adanya opini terindikasi tuduhan pihak korban konflik dari keluarga Eks Kombatan dan eks korban kebakaran dituding telah merampas tanah para oknum diduga berkomplot atau bersekongkol mengklaim areal lahan yang telah kembali ke wilayah Aceh, tetapi menggunakan kewenangan hukum wilayah Sumut, bagaimana ini", ungkap Wak Leng yang akrap disafah.
Lebih lanjut Wak Leng, mengatakan "Diketahui dan mengetahui persis alur proses pengembalian Tapal Batas wilayah Provinsi Aceh, dari eks wilayah hukum Sumut itu sangat menyesalkan bahwa, kawasan lahan atau areal tanah sudah kembali ke wilayah hukum Provinsi Aceh, tetapi melakukan putusan hukum wilayah Sumut, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 28 tahun 2020 tentang Tapal Batas Aceh Tamiang Aceh dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
"Sampai hari ini, kita semua melihat atau menyaksikan secara bersama dan nyata, kita temui dilapangan, bahwa wilayah hukum Aceh didirikan plang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Stabat, wilayah Sumut, apakah di Aceh tidak ada instansi Yuridis dalam menangani hal tersebut", ujar Wak Leng.
Menurut Badlisyah yang akrap disafah Wak Leng, salah satu orang dituakan di KPA Wilayah Teumieng dan salah satu penanggung jawab persiapan lahan masyarakat korban konflik wilayah Teumieng didampingi rekannya, Abdullah, yang juga akrab disapa Dan Bayo, meminta kepada pihak pemerintah agar segera menyelesaikan permasalahan sengketa lahan diperuntukkan kepada korban konflik dalam Kabupaten Aceh Tamiang.
"Lahan tersebut, sudah dikeluarkan CPCL oleh Bupati Aceh Tamiang, Mursil, S.H., M.Kn., semasa menjabat, Pj. Bupati Aceh Tamiang, Dr. Drs. Meurah Budiman, S.H, M. Hum, dan Pj. Bupati, Drs.Asra, kepada masyarakat korban konflik, dan dilakukan proses tindak lanjut ke tahap sesuai lanjutan aturan Regulasi, merujuk pada Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA)", jelas Wak Leng.
"Tetapi dalam perjalanan diduga ada kelompok oknum berkomplot melakukan upaya hukum ke salah satu wilayah hukum Sumut disinyalir adanya indikasi perampasan lahan untuk dikuasai selanjutnya adanya potensi upaya pencurian hasil dalam areal tanah kebun tersebut.
"Berharap, agar kiranya pihak pemerintah melakukan penyelesaian konflik lahan tanah dan kebun yang akan diperuntukkan kepada pihak korban konflik serta eks Tahanan politik dan Narapidana politik (Tapol-Napol) sesuai janji pemerintah pusat dituangkan khusus dalam regulasi.
"Jika ini dibiarkan berlarut-larut maka konflik akan semakin besar dan kami tidak bertanggung jawab untuk hal itu, karena masyarakat korban konflik dan eks Tapol - Napol sudah sangat merasa dirugikan oleh para oknum-oknum berkomplot tersebut.
"Kami meminta kepada pemerintah Aceh agar memerintahkan para pihak diduga berkomplot memasang plang eksekusi PN Stabat agar segera mencabut kembali plang itu, karena kawasan tersebut adalah wilayah hukum pemerintah Aceh", pinta Wak Leng mengakhiri. (L)
Social Header