Global-hukumindonesia.id, Jakarta - Pada prinsipnya, perjanjian merupakan hubungan perdata, apabila orang yang berjanji tidak memenuhi janji yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 1365 B.W., orang tersebut telah melakukan wanprestasi atau cidera janji.
*Pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor. 4/Yur/Pid/2018 yang menyatakan bahwa* :
"Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat
secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah
keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/
tidak baik"
Pertanyaannya adalah kapan seseorang yang tidak memenuhi sebuah perjanjian dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi, sehingga penyelesaian perkaranya dilakukan secara perdata, dan kapan seseorang dikatakan telah melakukan penipuan sehingga penyelesaian perkaranya dilakukan secara pidana.
Suatu tindakan inkar janji atas pejanjian dapat dikatakan telah melakukan penipuan apabila sebelum terjadinya perjanjian salah satu pihak melakukan hal-hal berikut:
1. memakai nama palsu
2. kedudukan palsu
3. menggunakan tipu muslihat
4. rangkaian kata bohong
Hal ini sejalan dengan Putusan No. 1689 K/Pid/2015 (Henry Kurniadi) yang menyatakan:
"Bahwa alasan kasasi terdakwa yang menyatakan kasus terdakwsa bukan kasus pidana melainkan kasus perdata selanjutnya hutang piutang, antara terdakwa dengan Astrindo Travel tidak dapat dibenarkan karena Terdakwa dalam pemesanan tiket tersebut telah menggunakan nama palsu atau jabatan palsu, hubungan hukum keperdataan yang tidak didasari dengan kejujuran, dan itikad buruk untuk merugikan orang lain adalah penipuan."
Jakarta, 17 Mei 2024
*T.S & Partners Law Firm (Advocates & Legal Consultants)*
https://tsplawfirm.com
(0812-2207-7018)
Social Header