Global-hukumindonesia.id, Jakarta - Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa:
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”
Terhadap harta bersama (gono gini) tidak dapat dialihkan / dijual atau digadaikan (dijaminkan) kepada pihak lain, kecuali terdapat persetujuan bersama antara suami dan isteri.
*Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan:*
“Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.”
*Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam (KHI) :*
“Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.”
*Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkmaha Agung RI No. 701 K/PDT/1997 Tanggal 24 Maret 1999 yang menyatakan bahwa*:
“Jual beli tanah yang merupakan harta bersama harus disetujui pihak isteri atau suami, harta bersama berupa tanah yang dijual suami tanpa persetujuan isteri adalah tidak sah dan batal demi hukum. Sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual beli yang tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum”
*Lebih lanjut, pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14 Januari 2008 menyatakan bahwa*:
” Tanah hak milik yang merupakan harta bersama, tidak dapat dijadikan jaminan atas perjanjian utang piutang tanpa persetujuan salah satu pihak, baik itu pihak istri maupun suami, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian, perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif perjanjian (sebab yang halal).”
Jakarta, 29 April 2024
https://tsplawfirm.com/
Social Header