Global-hukumindonesia.Com, Sukabumi - Kata "Raden" berasal dari kata rahadian atau roh-adi-an. Roh berarti ruh atau sukma. Adi berarti besar, luhur, mulia. Kata raden ini juga setara dengan radin atau rasa, perasaan. Yang umum dan banyak sekali pemakainya, karena merupakan gelar bangsawan terrendah, adalah “Raden".
Mereka yang menaruh “Raden” dimuka nama aslinya menunjukkan, sang pemilik masih merupakan keturunan langsung dari seorang Raja Jawa atau seorang Wali (penyebar agama Islam kepulau Jawa, pertama kali).
Dulu, gelar kebangsawan banyak membuat orang lain iri karena dengan gelar itu mereka mendapatkan keistimewaan.
Mungkinkah orang yang bukan keturunan raja bisa mendapatkan gelar kebangsawanan?
Julius Pour menuliskannya dalam Setiap Orang Bisa Memiliki Gelar Raden dalam Majalah Intisari edisi November 1974, seperti berikut ini.
Ada berbagai macam gelar dipergunakan orang, dalam lingkungan kerabat kerajaan Jawa.
Sebagian diantara gelar tersebut menunjukan jabatan mereka dalam pemerintahan keraton Sisanya menunjukkan tingkatan pemiliknya dalam urutan daftar keluarga Raja.
Bagaimana pun juga, gelar yang dimiliki seseorang akan menentukan tempat duduk mereka dalam protokol keraton, ketika menghadap Raja.
Yang umum dan banyak sekali pemakainya, karena merupakan gelar bangsawan terrendah, adalah “Raden". Mereka yang menaruh “Raden” dimuka nama aslinya menunjukkan, sang pemilik masih merupakan keturunan langsung dari seorang Raja Jawa atau seorang Wali (penyebar agama Islam kepulau Jawa, pertama kali).
Namun seseorang orang yang menaruh didepan namanya gelar Raden, Gus, Tubagus, dan lain sebagainya jangan dijadikan sebuah kesombongan dan keangkuhan, justru harus menjadi panutan yang baik terhadap masyarakat, karena di mata allah SWT gelar itu tidak ada gunanya, melainkan keimanan dan ketakwaaan yang Allah nilai. (Rd.Hadi/ berbagai sumber).
Social Header