Global-hukumindonesia.id, Jambi - Galuh Widi Widayati seorang anak daerah dari jambi, anak bangsa dalam dunia akademik. Mahasiswi asal Indonesia ini telah berhasil memenangkan penghargaan Best Essay Paper 2025 pada konferensi DIFCON 2025 yang diselenggarakan oleh Multimedia University (MMU), Malaysia, serta berhasil diterima ke program PhD di universitas tempat ia menempuh studi S2, di usia 24 tahun.
Konferensi DIFCON 2025 (Digital Futures International Conference) adalah ajang ilmiah internasional yang menggabungkan beberapa bidang seperti teknologi, multimedia, pendidikan, sosial, dan hukum.
Dalam pagelaran konferensi ini, Galuh Widi Widayati tampil sebagai penulis esai terbaik, sebuah apresiasi atas kemampuan analisis, kualitas tulisan, dan orisinalitas gagasan yang ia paparkan. Ia meraih best essay paper dengan judul A CORONARY'S LEGAL VIEW ON VARIOUS CASES: A REVIEW OF THE INVESTIGATION PROCESS AND LEGAL DECISIONS
Jejak Akademik & Penerimaan PhD
Sebelumnya, Galuh menuntaskan pendidikan S2 di usia 23 tahun. Berita tentang keberhasilan lulus S2 itu sudah menggema, menjadikannya inspirasi bagi banyak mahasiswa muda Indonesia yang bercita-cita melanjutkan studi ke luar negeri.
Kini, di usia 24 tahun, Galuh menerima tawaran untuk melanjutkan ke jenjang PhD di universitas tempatnya semula menempuh S2 suatu pencapaian luar biasa mengingat usia yang relatif muda untuk jenjang doktoral.
Menurut profil LinkedIn miliknya, Galuh mencantumkan bahwa ia (pada usianya sekarang) terus menjalankan perjalanan pendidikannya. Dalam akun tersebut, dia menyebut dirinya sebagai “Im Galuh, 24 years old and still pursue my education journey”.
Tantangan & Inspirasi di Balik Prestasi
Menjadi mahasiswa, terlebih di jenjang pascasarjana dan segera memasuki program doktoral, tentu tidaklah mudah. Galuh mesti menunjukkan disiplin tinggi, dedikasi penelitian, dan kemampuan berpikir kritis. Prestasi memenangkan Best Essay Paper menunjukkan bahwa dia tidak hanya unggul dalam penelitian akademik, tapi juga dalam menyampaikan ide secara tertulis dan meyakinkan audiens internasional.
Keberhasilan ini juga mengundang harapan bahwa Galuh dapat menjadi motivator dan teladan bagi generasi muda lainnya, bahwa usia bukanlah hambatan untuk mencapai puncak akademik.
Dengan diterimanya Galuh ke program doktoral, publik berharap ia dapat menghasilkan penelitian berkualitas tinggi, mempublikasikan karya ilmiah internasional, serta turut memberi kontribusi pada perkembangan ilmu di Indonesia maupun dunia. Selain itu, namanya kini juga menjadi sorotan media sebagai salah satu sosok muda yang membuktikan bahwa mimpi besar dapat diwujudkan dengan kerja keras dan konsistensi.
Selain itu, Galuh juga aktif membagikan tautan ke berbagai platform akademik dan media tulisannya, termasuk Kompasiana, tempat ia menulis sejumlah artikel reflektif tentang pendidikan dan perjalanan karier. Aktivitas daringnya mencerminkan semangat generasi muda akademisi yang tidak hanya berprestasi di ruang kampus, tetapi juga aktif membangun jejaring dan berbagi pengetahuan melalui media digital. Dalam
(kompasiana.com/galuhwidi) tempat ia menulis refleksi pendidikan dan hukum,
Medium (medium.com/@galuhwwy) yang berisi opini dan esai pendeknya tentang isu sosial dan hukum lintas negara, Academia.edu (accunik.academia.edu/galuhwidi) yang memuat karya tulis ilmiah dan paper akademik
Kumparan (kumparan.com/galuhwwy) sebagai ruang berbagi gagasan populer dengan pendekatan ringan, serta Scribd dimana ia mengarsipkan sejumlah dokumen dan naskah penelitian.
Ia juga menautkan profil profesionalnya di LinkedIn dan laman EMGS Malaysia, memperlihatkan keterhubungannya dengan jejaring akademik internasional. Selain itu, akun YouTube dan Goodreads miliknya memperlihatkan sisi personal yang gemar membaca serta aktif berbagi wawasan.
Keseluruhan platform ini membentuk identitas digital Galuh sebagai sosok muda yang konsisten memadukan antara riset, literasi, dan eksposur publik.
Galuh juga pernah tampil dalam sebuah wawancara bersama Lia Faridatul Ulfa di platform YouTube, sebuah sesi yang memperlihatkan sisi personalnya, termasuk motivasi, perjalanan pendidikan, serta tantangan yang ia hadapi. Melalui wawancara tersebut, Galuh membagikan cerita bagaimana ia mempersiapkan diri memasuki jenjang S2 di usia muda dan bagaimana dukungan dari keluarga dan komunitas sangat berperan dalam pembentukannya.
Menariknya, Galuh menyelesaikan program S2 saat usianya masih sangat muda yaitu tepatnya sebelum atau saat usianya 24 tahun, sebuah pencapaian langka di kalangan generasi muda Indonesia. Informasi ini memperkuat citranya sebagai sosok ambisius yang tidak menunggu lama untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi, sekaligus menjadi inspirasi bagaimana impian akademik besar dapat diwujudkan sejak dini. (Viryzha)


Social Header