Breaking News

Eva Lestari Tempuh Jalur Hukum Terkait Klaim Sebagai Kuasa Hukum Yayasan Chili House di Lombok Utara

Global Hukum Indonesia, Lombok Utara - Pengacara Eva Lestari, A.P., S.H., menyatakan keberatannya atas klaim Yayasan Chili House (CH) yang menyebut dirinya sebagai kuasa hukum yayasan tersebut. Eva menegaskan bahwa surat kuasa yang pernah diterbitkan pada Juni 2023 untuk menangani kasus perdata pribadi pemilik yayasan, NA sudah tidak berlaku.  

"Saya memang pernah ditunjuk sebagai kuasa hukum saudari NA pada Juni 2023, tetapi itu bukan atas nama yayasan dan terbatas pada masalah keperdataannya. Kasus itu sudah selesai, sehingga secara otomatis surat kuasa tersebut berakhir sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Jika yayasan ingin menggunakan jasa saya lagi, seharusnya dibuat surat kuasa baru dengan rincian tugas yang jelas", tegas Eva pada media ini, Selasa (31/12/2024).  

Eva juga membuka peluang jika pihak yayasan hendak melaporkan dirinya ke Dewan Advokat.

"Silahkan saja melaporkan saya. Saya akan memenuhi panggilan tersebut. Namun, klaim sepihak ini berdampak besar terhadap profesi saya, dan saya akan menempuh jalur hukum untuk melindungi reputasi saya", tambahnya.  

Dalam pernyataannya, Eva mengingatkan bahwa HAM di Indonesia melindungi setiap individu, termasuk warga negara asing (WNA), dengan batasan tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Ia menyoroti bahwa WNA memiliki hak-hak seperti:  
1. Hak hidup, kebebasan, dan keselamatan pribadi (Pasal 4).  
2. Hak beragama dan berkeyakinan (Pasal 22).  
3. Hak berbicara, berpendapat, dan berekspresi (Pasal 23).  
4. Hak atas keadilan dan perlindungan hukum (Pasal 24).  
5. Hak atas kebebasan dari diskriminasi (Pasal 25).  

Namun, Eva menegaskan bahwa WNA juga harus tunduk pada aturan yang berlaku di Indonesia.

"Mereka tidak boleh melanggar batasan hukum, adat istiadat, dan budaya setempat. Jika terus-terusan membuat ulah, menakut-nakuti warga dengan laporan polisi, itu bisa menciptakan keresahan dan merusak ketertiban umum", katanya.  

Eva juga mengkritisi sikap salah satu WNA yang terlibat dalam konflik ini. Ia menilai tindakan yang kerap melibatkan laporan polisi untuk menyelesaikan masalah kecil justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Polisi sudah menjalankan tugasnya dengan baik, termasuk melayani laporan dari WNA. Namun, jika warga merasa tidak diperlakukan adil karena perbandingan layanan antara warga lokal dan WNA, kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian bisa tergerus", ujar Eva.  

Ia menambahkan WNA harus tahu diri. Mereka tinggal di negara ini dan wajib menghormati aturan serta adat istiadat yang berlaku. Tidak boleh ada yang bertindak sewenang-wenang sehingga menciptakan ketegangan sosial.

Eva menegaskan akan terus melindungi hak-hak kliennya sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Namun, saya juga berharap semua pihak dapat menghormati hukum dan tidak menjadikan laporan polisi sebagai senjata untuk menakut-nakuti orang lain", pungkasnya.

Saat dikonfirmasi media Global Hukum Indonesia melalui chat WhatsApp pemilik Yayasan Chili House Nur'ain Binti Hussin mengatakan, "Eva merupakan kuasa hukum saya dimana saya merupakan pendiri Yayasan Chili House. Surat kuasa masih berlaku kerna dari 5 kasus yang diuruskan oleh EL masih terdapat dua yang belum dikelarkan dan masih berjalan di kepolisian. Dan dengan ini surat kuasa masih berlaku. Dan kerna EL merupakan kuasa hukum saya yang mengetahui semua perihal pribadi saya dn juga perihal Yayasan tempat saya membuat kerja sosial, Apakah etis dia mengambil kasus dengan menfitnah Dan memojokkan saya? Dengan itu kami merasa ada pelanggaran kode etik disaat EL melaporkan serta membuat fitnah terhadap saya yang masih client dia atau menurut dia mantan client dia", ujarnya.

"Kami lagi memastikan dari dewan advokat mana EL bernaung untuk kami melaporkan. Tadi udah sempat kami bertanya dengan beberapa dewan advokat terkait kasus ini dan menurut mereka ada pelanggaran kode etik,

Disini saya ingin jelaskan bahwa saya mengikut hukum yang tertera di Indonesia. Atas dasar itu disaat ada kejadian penggelapan wang di Yayasan kami, saya terus melapor ke polisi untuk tindakkan selanjutnya supaya saya tidak salah dalam mengambil tindakkan. Walaupun saya seorang WNA, Saya di Lombok berkontribusi untuk membantu Pendidikan anak. Bukan duduk kosong mencari masalah dan merugikan warga. Dalam kasus ini saya yang dirugikan. Apakah salah saya melapor dan kenapa EL mengatakan warga merasa terancam sedangkan saya yang kerugian", tandasnya.

Dijelaskan juga, "sila simak ulang apakah saya iseng iseng saat membuat laporan atau kerna saya ditindas? Dan sewaktu saya buat laporan polisi dulu sebanyak 5 laporan, itukan atas nasihat lawyer saya yang merupakan EL. Kan dia yang menyuruh saya buat laporan itu ini. Saya kan mengikut nasihat dia. Kok sekarang saya dituduh menakut kan warga dan menimbulkan keresahan Serta mengancam warga", bebernya.

Lanjut Nur'ain Binti Hussin, "kami dari awal juga percaya pada polisi, maka tidak pernah kami naikkan ke koran atau menyebar sana sini. Kami berikan ruang untuk polisi melakukan kerjaannya sesuai SOP. Tidak pernah saya meminta lebih hanya kerna saya WNA. Saya juga menjalani proses yang sama sesuai SOP kepolisian. Saya itu bergerak di bidang social dengan membantu masyarakat. Bagaimana saya yang menciptakan ketengangan social?. Ini kasus internal kami, kenapa EL harus naik ke media menabur fitnah sehingga menyebabkan keresahan warga?..., Saya yang kerugian masih santai menunggu hasil polisi. Kalau pihak tertuduh merasa benar tinggal ajukan aja pembuktian, tidak perlu heboh sana sini", tegasnya.

Noor Ain Binti Hussin menjelaskan, "disini EL ada messager saya dan menyarankan saya untuk mencabut laporan karena laporan saya bisa  jadi bumerang dan memicu aksi warga terhadap saya, diingatkan kembali ini kasus internal kami yang masih di proses pengambilan berita acara dan saksi-saksi , belum ada terdakwa tetapi EL sudah melebar kemana-mana,

Disaat saya menolak untuk mencabut laporan, EL menaikan berita dengan menuduh saya membuat aksi perdagangan manusia dan kejahatan lainnya, kenapa harus menuduh saya, jika percaya sama polisi dan hukum, kalau client dia tidak bersalah tinggal buktikan saja tidak perlu buat aksi cari panggung dengan menyebar fitnah, jadi yang tidak percaya sama polisi dan hukum itu dia, kalau percaya pasti santai dan biarkan proses berlaku. Dia juga hilang kalau saya Sering takut takuti warga. Jangan ngarang, kami tidak pernah melebarkan kasus ini kemana-mana. EL saja yang mula-mula naik berita dan fitnah serta melanggar kode etik, terduga yang dilaporkan tinggal buktikan", tutup Nur'ain Binti Hussin. (ms)
Hosting Unlimited Indonesia
Hosting Unlimited Indonesia
Hosting Unlimited Indonesia
© Copyright 2022 - GLOBAL HUKUM INDONESIA