Global-hukumindonesia.id, Ketapang - Ketua Organisasi Kaderisasi Keanggotaan (OKK) IIP Gozali, didampingi Wahyudin, selaku Ketua DPD Kabupaten Ketapang, beserta Kepala Desa Selimatan Jaya Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, menindak lanjuti secara berkas juga secara lisan kepada pihak perusahaan untuk oknum karyawan perusahaan swasta tersebut. Senin (29/7/2024).
Hal tersebut, Saiful Amin, S.E., MAP., selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Surya SENA Manajemen dan Forum Komunikasi Wartawan Indonesia (FKWI) Organisasi sosial Kemasyarakatan Media dan Pers - Bala Gibran Nusantara (GBN) Organisasi sosial kemasyarakatan Back up dan Politik solidaritas mengatakan kepada Media Global-hukumindonesia.id bahwa "Dilakukannya silaturahmi sekaligus koordinasi dengan pihak perusahaan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada atasan tertinggi sebagai bentuk tanggung jawab meski oknum karyawan perusahaan terbukti bersalah.
"Dengan bukti serta saksi yang dicantumkan didalam berkas team kuasa hukum pihak Saudara Ericks Supianto, warga Dusun Karya Baru RT.07 RW.04 Desa Selimatan Jaya, Kecamatan Kendawangan - Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat yang juga merupakan anggota FKWI dan BGN serta Kelompok Suku Bugis Kalimantan", ketua DPP FKWI dan GBN.
Lanjut Ketua DPP FKWI dan GBN "Team kuasa hukum juga sepakat bahkan komitmen terus menjalankan program kerja (backup hukum) dengan tiga tuntutan yang meliputi :
1. Tuntutan Pidana Untuk Karyawan Perusahaan. 2. Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara. 3. Pasal untuk Menjerat Penyebar Hoax
"Hal ini, diatur dalam Pasal 15 UU Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi UU TPE. Menurut ketentuan Pasal 15 UU TPE, yang dapat bertanggung jawab terhadap tindak pidana ekonomi yang dilakukan korporasi atau badan yakni: 1. Badan hukum atau korporasi. 2. Orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana. 3. Badan hukum atau korporasi dan orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana.
"Selain itu, Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menjelaskan mengenai pertanggung jawaban pidana, pada umumnya disebut sebagai doktrin vicarious liability: 1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. 2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Dengan demikian, apabila perbuatan tersebut: 1. Dilakukan di luar kewenangannya (karyawan) dan bukan dalam jabatannya. 2. Dilakukan tanpa perintah atasan.
Maka karyawan tersebut dapat dituntut secara pribadi baik secara perdata maupun pidana. Namun, Sepanjang perbuatan tersebut, dilakukan memang berdasarkan tugas dan kewenangannya dan berdasarkan perintah atasan maka perusahaanlah yang bertanggung jawab", katanya lagi.
Ketum DPP dan GBN mengungkapkan "Dalam hal ini, apabila perusahaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka yang dapat mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah Direksi (lihat Pasal 1 angka 5 jo. pasal 98 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
1. Manusia sebagai penanggung jawabnya KUHP. 2. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggung jawaban pidana masih dibebankan pada pengurus korporasi. 3. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggung jawaban pidana dibebankan kepada mereka yang memberikan perintah, dan atau mereka yang bertindak sebagai pimpinan. 4. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggung jawaban pidana dibebankan secara rinci, yaitu: pengurus badan hukum, sekutu aktif, pengurus yayasan, wakil atau kuasa dari perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia dan mereka yang sengaja memimpin perbuatan yang bersangkutan;
"Dalam hal ini, apabila tindakan yang dilakukan oleh karyawan masih dalam lingkup tugas dan kewenangannya, maka perusahaanlah yang bertanggung jawab. Berdasarkan hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73). 2. Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekon", ungkap Ketum FKWI dan GBN Saiful kepada media. (Ls)
Social Header